Hari ini, harga logam mulia kembali cetak rekor tertinggi baru. Emas, perak, dan platinum semuanya mencapai level harga tertinggi sepanjang masa hari ini.
Pakar pasar melihat lonjakan ini sebagai sinyal peringatan, menandakan kepercayaan terhadap sistem keuangan makin menurun dan risiko inflasi masih membayangi. Di sisi lain, komunitas kripto kini menilai apakah momentum di logam mulia ini nantinya bisa berlanjut menjadi rotasi modal ke Bitcoin pada 2026.
Emas, perak, dan platinum cetak rekor harga tertinggi baru
Berdasarkan data pasar terbaru, harga emas menembus US$4.500 untuk pertama kalinya hari ini, mencetak ATH di US$4.526. Pada saat yang sama, perak menyentuh puncak di US$72,7.
“Silver is up over a buck now, trading above $72.30. It looks like $80 is in play before year-end,” Economist Peter Schiff wrote.
Sementara itu, harga tertinggi platinum tercatat di atas US$2.370. Palladium juga menembus angka US$2.000, level yang terakhir kali terlihat pada November 2022.
Laju kenaikan ini juga merambah ke luar logam mulia. Harga tembaga melonjak ke US$12.000 per ton untuk pertama kali, bahkan berpotensi menorehkan kenaikan tahunan terbesar sejak 2009. Nic Puckrin, analis investasi sekaligus co-founder The Coin Bureau, kepada BeInCrypto menyampaikan bahwa performa cemerlang logam mulia ini didorong oleh
“A combination of rate cuts, geopolitical tensions – which are resurfacing again this week with Venezuela – and, crucially, the dollar debasement trade.”
Apa yang Reli Logam Mulia Bisa Peringatkan
Walau harga rekor ini menimbulkan optimisme akan potensi kenaikan lanjutan, beberapa analis percaya hal ini justru menutupi kenyataan ekonomi makro yang lebih mengkhawatirkan. Schiff berpendapat bahwa emas, perak, komoditas, obligasi, dan pasar valuta asing bersama-sama memberi sinyal bahwa AS menuju inflasi tertinggi dalam 250 tahun terakhir.
Peringatannya muncul meski data terbaru menunjukkan pertumbuhan GDP AS sebesar 4,3% pada kuartal 3, jauh di atas ekspektasi pasar. namun, sang ekonom mewanti-wanti agar tak menelan mentah-mentah data resmi tersebut.
“The CPI is rigged to mask price increases and hide inflation from the public,” he added.
Analis Andrew Lokenauth memperingatkan bahwa lajunya harga perak yang naik dengan cepat justru “jarang jadi pertanda baik.” Menurutnya, hal ini menunjukkan kepercayaan terhadap kepemimpinan politik dan mata uang fiat makin menipis.
“This happened right before the Fall of Rome, during the French Revolution, and when the Spanish Empire collapsed. It doesn’t only predict chaos, it often causes it. It triggers a massive transfer of wealth: the poor get left behind with worthless paper money and the rich protect themselves with gold and silver,” Lokenauth stated.
Di sisi lain, DXY terus melemah secara signifikan sepanjang 2025. Saat tahun hampir berakhir, indeks ini kembali jatuh di bawah 98.
“Dollar index fell to the lowest close since Oct 3rd,” Neil Sethi posted.
Otavio Costa mengungkapkan bahwa dolar AS kini mendekati titik balik penting. Ia menuturkan bahwa DXY memulai tahun pada salah satu level paling overvalued sepanjang sejarah sebelum akhirnya jatuh tajam ke zona support kunci yang telah bertahan sekitar 15 tahun.
“That support has now been tested multiple times, particularly in recent months, and in my view we are approaching a significant breakdown — one that could carry profound implications for global markets,” he said.
Analis tersebut menjelaskan bahwa ini terjadi ketika bank sentral asing semakin mengetatkan kebijakan, sementara The Fed menghadapi tekanan besar agar melonggarkan kebijakan demi mengendalikan biaya utang AS yang terus naik. Menurut Costa, defisit perdagangan dan fiskal besar biasanya akan terselesaikan lewat represi finansial, sebuah proses yang umumnya terjadi di tengah pelemahan dolar, bukan sebaliknya.
Dari Emas ke Aset Kripto? Analis Pantau Rotasi Modal ke Bitcoin di 2026
Meski DXY lemah, Bitcoin masih terus kesulitan. Aset ini tertinggal jauh dari logam mulia maupun saham teknologi di 2025 dan bahkan berpotensi catat kuartal terburuk sejak 2018.
BeInCrypto juga menyoroti bahwa banyak investor baru saat ini lebih memilih instrumen nilai tradisional daripada eksposur ke aset kripto. Meski begitu, banyak orang di komunitas kripto tetap optimistis reli emas nantinya bisa diikuti oleh pergerakan serupa pada Bitcoin.
Analis Garrett menyampaikan bahwa kenaikan harga pada perak, paladium, dan platinum sepertinya didorong oleh short squeeze, namun ia memperingatkan reli seperti ini biasanya tidak bertahan lama.
“Begitu harga mulai berbalik arah, kemungkinan besar akan menyeret emas turun juga. Modal akan keluar dari logam mulia dan beralih ke BTC dan ETH,” klaim Garrett.
David Schassler, Kepala Multi-Asset Solutions VanEck, juga memprediksi Bitcoin bakal comeback di tahun 2026. Ia menilai aset ini berada di posisi yang tepat untuk rebound seiring tekanan pelemahan nilai uang yang meningkat dan likuiditas pasar yang kembali.
“Bitcoin tertinggal sekitar 50% dari Nasdaq 100 Index secara year-to-date, dan perbedaan itu membuat Bitcoin berpotensi jadi top performer tahun 2026. Pelemahan saat ini lebih karena minat risiko yang menurun dan tekanan likuiditas sementara, bukan karena tesis tentang Bitcoin yang rusak. Saat nilai uang makin melemah, likuiditas kembali, dan Bitcoin secara historis bereaksi tajam. Kami sudah mulai membeli,” prediksi Schassler .
Terakhir, Puckrin menyoroti bahwa skenario Bitcoin mencapai level tertinggi baru di tahun 2026 bukanlah hal yang mustahil.
“Yang paling penting, masih sangat mungkin Bitcoin berbalik arah dan mencatat ATH baru di 2026, sementara emas dan perak mulai kehilangan sebagian daya tariknya.
Dalam beberapa bulan ke depan, pasar akan menguji apakah logam mulia bisa mempertahankan kenaikan rekor, atau justru aksi ambil untung akan memicu perpindahan modal.



