Kampanye global bertajuk “3rd Richest Nation” yang diluncurkan oleh The Brave Movement dan Together for Girls menjelang KTT G20 di Afrika Selatan, bikin dunia terkejut. Mereka mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap anak-anak menelan biaya ekonomi global mencapai US$ 7 triliun setiap tahun! Angka itu setara dengan PDB negara ketiga terkaya di dunia. Artinya, dunia kehilangan potensi kekayaan luar biasa hanya karena gagal melindungi generasi mudanya.
Data dari laporan tersebut menunjukkan bahwa biaya raksasa itu berasal dari pengeluaran sosial, layanan kesehatan, penegakan hukum, dan hilangnya produktivitas jangka panjang. Anak-anak korban kekerasan cenderung memiliki prestasi belajar lebih rendah, kesehatan mental yang rapuh, serta penghasilan yang jauh di bawah rata-rata ketika dewasa. Setiap satu dolar yang diinvestasikan untuk mencegah kekerasan terhadap anak, disebut bisa memberikan manfaat ekonomi hingga 21 kali lipat.
Kampanye ini tidak sekadar bicara moralitas, tapi menyoroti logika ekonomi yang kuat di balik perlindungan anak. “Melindungi anak bukan cuma soal hati nurani — ini adalah keputusan ekonomi cerdas,” ujar juru kampanye Brave Movement dalam siaran resminya. Mereka menuntut agar negara-negara G20 menjadikan isu perlindungan anak sebagai agenda prioritas global, setara dengan isu iklim dan pertumbuhan ekonomi.
Jika dunia sungguh berinvestasi dalam perlindungan anak, pertumbuhan ekonomi jangka panjang bisa melonjak signifikan. Anak yang tumbuh aman dan berpendidikan tinggi akan menjadi tenaga kerja produktif, inovatif, dan sehat. Kampanye ini bahkan memperkirakan bahwa mengakhiri kekerasan terhadap anak dapat meningkatkan “PDB dunia fiktif” sebesar 3%. Dengan kata lain, perlindungan anak adalah strategi pembangunan manusia yang paling efisien.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, pesan ini sangat relevan. Investasi dalam perlindungan anak = investasi dalam masa depan ekonomi bangsa. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bersatu memperkuat sistem pencegahan kekerasan anak — mulai dari pendidikan, layanan sosial, hingga hukum yang tegas. Setiap anak yang selamat dari kekerasan adalah potensi ekonomi yang diselamatkan.
Kampanye “3rd Richest Nation” mengingatkan dunia bahwa ekonomi tidak hanya soal angka dan grafik, tapi juga soal manusia. Jika dunia benar-benar ingin tumbuh berkelanjutan, melindungi anak harus jadi pondasi kebijakan ekonomi global. Karena pada akhirnya, masa depan ekonomi dunia bukan dibangun oleh mesin atau modal, tapi oleh anak-anak yang tumbuh aman, bahagia, dan punya kesempatan yang sama untuk sukses.


